Kamis, 14 Mei 2009

Pilih Budiono SBY Hindari Konflik

Capres dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memilih Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono sebagai calon wakil presiden untuk menghindari konflik antarparpol pendukung koalisi yang sama-sama mengajukan calon wapres.

"Partai-partai pendukung koalisi memiliki suara yang seimbang sehingga, kalau diambil dari salah satu, yang lain iri. Karena itu, SBY memutuskan yang paling pas dari non-partai," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok di Gedung DPR Jakarta, Rabu (13/5).

Mubarok mengemukakan, apabila pada Pemilu 2004 perolehan suara Partai Demokrat baru 7,5 persen, maka pada Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi pemimpin koalisi pemerintahan. Partai Demokrat, ia melanjutkan, sedang belajar menjadi pemimpin koalisi. "Belajar menjadi partai besar," katanya.

Mubarok mengatakan, duet SBY-JK pada Pemilu 2004 menggunakan "Bersama Kita Bisa". Karena itu, ia mengatakan, untuk lima tahun ke depan jargonnya adalah "Harus Bisa". Menurut Mubarok, penetapan Boediono sudah 99 persen dan sudah melalui proses yang panjang. Yudhoyono memilih Boediono untuk memperkuat lokomotif pemerintahan.

Dengan latar belakang yang banyak menangani ekonomi, Boediono sebagai wapres nantinya diharapkan akan bekerja secara penuh mengurusi tugasnya.
Dia mengakui, sudah ada pihak yang meragukan kinerja pemerintah mendatang dengan memilih Boediono karena Boediono yang lebih banyak mengurusi ekonomi dibanding pengalaman di bidang politik. Misalnya, Boediono tidak memiliki kedekatan atau jalur hubungan dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

"Justru hal itu akan menempatkan Boediono lebih banyak menekuni tugas-tugasnya sebagai wapres dan sesuai arahan presiden dibanding menangani persoalan lain," katanya.

Bukan neoliberalisme

Mubarok juga menolak anggapan bahwa Boediono adalah penganut neoliberalisme karena, selama menangani tugas di bidang ekonomi, banyak program yang justru mewujudkan ekonomi kerakyatan, seperti melalui perbankan, dengan program kredit mikro dan usaha kecil. "Boediono bukan penganut neoliberal, tetapi memang harus diakui kita tidak menutup pintu bagi ekonomi pasar," katanya.

Dia mengatakan, Boediono sebagai wapres akan lebih berkonsentrasi kepada tugasnya, dibanding menangani persoalan lain. "JK memang banyak terobosan. JK juga sangat cepat karena sebagai pebisnis. Orang bisnis itu maunya cepat, bahkan pebisnis berani bayar walaupun barang belum ada," katanya.

Namun, diakuinya, kecepatan JK seperti layaknya kecepatan dalam bisnis, yang tetap dipratikkan dalam politik, terutama dalam kaitan hubungan presiden-wapres, justru tidak membuat nyaman Partai Demokrat. Kecepatan JK, ia mengatakan, seolah mendominasi atau melampaui dalam menangani tugas pemeritahan dengan presiden. Karena itu, Mubarok melanjutkan, JK pernah disebut-sebut sebagai "The Real President".

Menurut Mubarok, pada periode kedua, Yudhoyono akan bergerak cepat dalam mengoordinasi program pemerintahan. Karena itu, dibutuhkan wapres yang benar-benar bekerja intensif



1 komentar: